Langsung ke konten utama

Pelatihan Literasi Media untuk Guru-guru Agama

 


Dalam rangka mensosialisasikan modul-modul dalam pendidikan interreligius, khususnya terkait kesantunan dalam berkomunikasi virtual dan dalam rangka memperkuat literasi media digital bagi guru-guru agama, diselenggarakan pelatihan literasi media. Kegiatan ini terselenggara  atas kerjasama Pappirus dengan Kanwil Kemenag DIY di Kantor Wilayah Kementrian Agama DIY pada 11-12 Oktober 2019.

Pelatihan ini mengusung tema dari salah satu judul modul dalam buku “Menjadi Manusia Indonesia yang Beradab melalui Pendidikan Agama Berwawasan Pancasila”, yaitu tema ‘Manusia Indonesia yang mampu membangun komunikasi sosial berkeadaban’. Penyelenggaraan pelatihan ini juga  didukung oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).

Pelatihan diikuti oleh 45 guru agama dari berbagai latarbelakang, dari jenjang SMP-SMA sederajat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kesempatan ini sebagian peserta adalah alumni pelatihan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Pappirus pada 2017 ketika masih dalam bentuk ‘Paguyuban’, sebagian adalah peserta baru.

Diharapkan melalui pelatihan ini selain memperkuat literasi media, peserta makin menyadari masalah-masalah kemanusiaan yang dapat ditimbulkan oleh perubahan cara komunikasi karena perkembangan teknologi dan memiliki kepedulian pada dampak dari komunikasi melalui media, untuk membiasakan saring sebelum membagi berita dan klarifikasi pada pihak yang ahli. Dalam hal ini peran guru agama sangat penting dalam menumbuhkan kesadaran ini untuk menjaga persatuan bangsa dan mencegah berkembangnya kecurigaan dan saling tidak percaya antar warga.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Baru Pendidikan Toleransi di Indonesia

  Pandemi telah mengubah cara kerja masyarakat seluruh dunia. Semua pihak harus dapat beradaptasi dengan situasi penuh resiko ini agar tetap sehat dan semua aktivitas kehidupan dapat dilanjutkan. Demikian halnya dalam berbagai aktivitas pendidikan, selain harus mencari strategi yang aman dan efektif, juga harus tetap kreatif sehingga proses belajar mengajar berlangsung tanpa beban dan berdampak mencerdaskan.     Adaptasi Perkumpulan Pappirus terus mengupayakan pengembangan pendidikan keagamaan yang menumbuhkan kultur belajar yang memungkinkan tumbuhnya kesadaran menerima keragaman sebagai kodrat manusiawi dan mengajak para pendidik agar dapat membantu peserta didik mengembangkan sikap toleran serta mampu bekerjasama dengan orang yang berbeda latar belakang. Adaptasi dalam mengelola perkumpulan antara lain dengan migrasi kegiatan secara daring atau gabungan daring dan luring, sebagaimana dilakukan dalam Rapat Umum Anggota Perkumpulan ke-3, 25 April 2021 dan pertemuan Pengu...
Webinar Pappirus: Bagaimana Mengakhiri Ketidakjujuran Dalam Dunia Pendidikan Masa Kini? Apakah mungkin “mengakhiri ketidakjujuran di lembaga-lembaga pendidikan?”. Dalam bincang-bincang Pendidikan yang diselenggarakan Perkumpulan Pappirus 12 November 2024 lalu, Pak Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia dan Romo CB Mulyatno, PR, membahas tiga aspek yang memungkinkan seseorang dan komunitas bersikap tidak jujur. Pertama, adanya rasionalisasi atau cara berfikir yang menyediakan alasan bagi tindakan tidak jujur. Kedua, adanya kesempatan atau kondisi yang memungkinkan munculnya sikap tidak jujur. Ketiga, adanya tekanan yang membuat seseorang terpaksa bersikap tidak jujur. Seseorang yang memiliki otonomi dan memiliki kompas moral dalam memilih tindakan, akan senantiasa bertahan dengan gigih dan teguh pada nilai kebenaran dan bersikap jujur, tidak akan mencari-cari pembenaran atas sikap yang tidak jujur. Selalu ada kesadaran bahwa sikap tidak jujur adalah tindakan salah, berbahaya...

Selamat Datang Paus Fransiskus di Indonesia

Bersahaja dan rendah hati Itu selalu ada pada orang-orang yang menebar cinta, mengutamakan perdamaian dari pada kekuasaan, sesuatu yang oleh elit negara dan masyarakat di banyak tempat mulai ditinggalkan.. Agama, dengan segala kekurangan manusiawi pemeluknya, menggenggam tradisi kritik atas kelengahan dan kerakusan manusia, menawarkan pengingat bahwa hidup tidaklah selesai dengan kematian. Dampak dari laku akan diterima orang, mahluk lain dan generasi berikut, maka harus dipertanggungjawabkan. Nalar modernitas selalu enggan dengan nilai-nilai yang dianggap abstrak karena kengganan membuka diri atas keterbatasan rasio dan salah paham pada dir sendiri yang menganggap manusis adalah pusat kehidupan. Nalar yang mengantar pada kebuntuan oleh rasa terasing, persaingan yang menghadirkan kesenjangan, pengabaian aturan (yang hakikatnya pengabaian pada orang banyak), peperangan hingga penghancuran martabat dalam perdagangan orang dan perbudakan baru .. Tapi agama tetap bicara perdamaian, ...