Langsung ke konten utama

3 Memahami Hak Asasi Manusia

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘hak’ memiliki pengertian 1) benar (menyangkut nilai kebenaran), 2) milik atau kepunyan, 3) kewenangan, 4) kekuasan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan), 5) Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, 6) derajat atau martabat, 7) wewenang untuk menuntut hukum (lih:www.https://kbbi.web.id/hakaik).

Hak asasi manusia adalah istilah teknis terkait penghormatan, pemenuhan, perlindungan  atas  hak yang melekat pada manusia dari Tuhan. Terdapat tiga kategori hak asasi manusia; pertama, hak asasi manusia yang bersifat umum sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang meliputi hak hidup, hak untuk merdeka dan aman secara fisik, hak untuk diakui kepribadiannya, hak untuk mendapat perlakuan yang sama di depan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial, hak untuk masuk atau keluar dari wilayah suatu negara, hak untuk mendapatkan kewarganegaraan, hak memiliki benda secara sah, hak untuk berdagang, hak untuk bebas menyampaikan pikiran atau perasaan, hak menyampaikan pendapat, hak untuk berkumpul dan mengadakan rapat, hak memilih dan memeluk suatu agama, hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masing-masing masyarakat, hak menikmati kesenian, hak untuk turut mengembangkan ilmu pengetahuan.

Kedua, terdapat hak asasi manusia yang bersifat khusus, misalnya tentang masyarakat adat yang pola kehidupannya sangat berbeda dengan masyarakat yang mengadopsi gaya hidup modern, yang bila tidak mendapatkan perlindungan maka kehidupan mereka akan terpinggirkan bahkan budaya dan ekosistem mereka musnah. Ketiga hak asasi yang dimiliki oleh para pemangkunya, yang karena kerentanannya dari perlakukan yang tidak adil, maka mereka perlu mendapat perlindungan khusus yang lebih kuat dan tindakan afirmasi oleh negara. Diantara kelompok rentan terdiskriminasi ini adalah anak, perempuan, lansia, orang dengan perbedaan kemampuan atau difabilitas dan kelompok-kelompok minoritas.

Demi menjaga martabat manusia, negara yang memiliki banyak fasilitas dan kewenangan sangat besar untuk mengatur kehidupan bersama, berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi has-hak asasi manusia demi menjunjung martabat kemanusiaan, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 tentang tujuan negara dan pasal- pasal di dalam khusunya pasal 27 ayat 3, pasal 28 poin ke satu dan kedua, pasal 30 ayat 1 dan 2. Secara khusus kewajiban negara untuk melindungi hak-hak asasi warga diwujudkan dalam UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa hak asasi manusia adalah norma dari dunia Barat yang tidak tidak cocok dengan budaya di Indonesia. Ini terkait perbedaan penafsiran, karena  sebelum Hak-hak Asasi Manusia Universal dideklarasikan pada tahun 1948, Indonesia telah terlebih dahulu mendeklarasikan adanya hak asasi ini, yaitu bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

Sebagian umat beragama juga ada yang berpendapat bahwa sumber aturan  tertinggi adalah Tuhan, sehingga istilah hak asasi manusia kadang disalahpahami sebagai jargon untuk  memperbolehkan manusia hidup semau sendiri. Hak asasi manusia adalah instrumen untuk menjaga keadaban publik yang memiliki kemajemukan keyakinan, kemajemukan cara hidup, maupun ideologi yang berbeda, kemajemukan kondisi tubuh sehingga menyebabkan ada perbedaan kemampuan dan sebaga inya, agar tidak ada pihak yang direndahkan atau dihilangkan martabat kemanusiaannya hanya karena ia berbeda dan pada posisi yang lemah.

Tujuan dari penanaman kesadaran tentang hak asasi manusia adalah agar semua orang dan kelompok sosial dapat terlindungi, menjadi dirinya sendiri secara merdeka dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Beberapa hal yang dianggap oleh sebagian kalangan umat beragama kontroversial, misal dalam Deklarasi Hak asasi Manusia Universal, terdapat poin tentang kebebasan memilih agama, terutama terkait pindah agama. Terkait hal ini Pendidikan Agama Berwawasan Pancasila yang mendorong keterbukaan dan dialog, pendidikan agama yang mengembangkan kompetensi tentang ajaran agama masing-masing pemeluknya, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan kedewasaan dan otentisitas iman peserta didik yang kuat sesuai ajaran agama masing-masing, mampu menghormati perbedaan agama dan kepercayaan dan mampu bekerja sama.

Dalam hidup bersama masyarakat yang beradab, memaksakan suatu agama pada seseorang atau kelompok, di samping melawan etika atau ahlak yang diajarkan oleh agama-agama, juga akan membuat seseorang atau kelompok tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan bermotif keagamaan. Dalam kaitan ini, tentu saja penghukuman atau mendiskriminasi seorang manusia dengan alasan pindah agama tidak dapat lagi diterima sebagai tindakan yang beradab, karena sekali lagi bertentangan dengan misi kehadiran agama-agama itu sendiri, yang selalu menekankan cinta kasih dan ahlak mulia pada semua manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Baru Pendidikan Toleransi di Indonesia

  Pandemi telah mengubah cara kerja masyarakat seluruh dunia. Semua pihak harus dapat beradaptasi dengan situasi penuh resiko ini agar tetap sehat dan semua aktivitas kehidupan dapat dilanjutkan. Demikian halnya dalam berbagai aktivitas pendidikan, selain harus mencari strategi yang aman dan efektif, juga harus tetap kreatif sehingga proses belajar mengajar berlangsung tanpa beban dan berdampak mencerdaskan.     Adaptasi Perkumpulan Pappirus terus mengupayakan pengembangan pendidikan keagamaan yang menumbuhkan kultur belajar yang memungkinkan tumbuhnya kesadaran menerima keragaman sebagai kodrat manusiawi dan mengajak para pendidik agar dapat membantu peserta didik mengembangkan sikap toleran serta mampu bekerjasama dengan orang yang berbeda latar belakang. Adaptasi dalam mengelola perkumpulan antara lain dengan migrasi kegiatan secara daring atau gabungan daring dan luring, sebagaimana dilakukan dalam Rapat Umum Anggota Perkumpulan ke-3, 25 April 2021 dan pertemuan Pengu...
Webinar Pappirus: Bagaimana Mengakhiri Ketidakjujuran Dalam Dunia Pendidikan Masa Kini? Apakah mungkin “mengakhiri ketidakjujuran di lembaga-lembaga pendidikan?”. Dalam bincang-bincang Pendidikan yang diselenggarakan Perkumpulan Pappirus 12 November 2024 lalu, Pak Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia dan Romo CB Mulyatno, PR, membahas tiga aspek yang memungkinkan seseorang dan komunitas bersikap tidak jujur. Pertama, adanya rasionalisasi atau cara berfikir yang menyediakan alasan bagi tindakan tidak jujur. Kedua, adanya kesempatan atau kondisi yang memungkinkan munculnya sikap tidak jujur. Ketiga, adanya tekanan yang membuat seseorang terpaksa bersikap tidak jujur. Seseorang yang memiliki otonomi dan memiliki kompas moral dalam memilih tindakan, akan senantiasa bertahan dengan gigih dan teguh pada nilai kebenaran dan bersikap jujur, tidak akan mencari-cari pembenaran atas sikap yang tidak jujur. Selalu ada kesadaran bahwa sikap tidak jujur adalah tindakan salah, berbahaya...

Selamat Datang Paus Fransiskus di Indonesia

Bersahaja dan rendah hati Itu selalu ada pada orang-orang yang menebar cinta, mengutamakan perdamaian dari pada kekuasaan, sesuatu yang oleh elit negara dan masyarakat di banyak tempat mulai ditinggalkan.. Agama, dengan segala kekurangan manusiawi pemeluknya, menggenggam tradisi kritik atas kelengahan dan kerakusan manusia, menawarkan pengingat bahwa hidup tidaklah selesai dengan kematian. Dampak dari laku akan diterima orang, mahluk lain dan generasi berikut, maka harus dipertanggungjawabkan. Nalar modernitas selalu enggan dengan nilai-nilai yang dianggap abstrak karena kengganan membuka diri atas keterbatasan rasio dan salah paham pada dir sendiri yang menganggap manusis adalah pusat kehidupan. Nalar yang mengantar pada kebuntuan oleh rasa terasing, persaingan yang menghadirkan kesenjangan, pengabaian aturan (yang hakikatnya pengabaian pada orang banyak), peperangan hingga penghancuran martabat dalam perdagangan orang dan perbudakan baru .. Tapi agama tetap bicara perdamaian, ...