Langsung ke konten utama

4 Level Toleransi

 Oleh Listia.




 

Toleransi adalah nilai yang sangat dikenal oleh masyarakat majemuk seperti di Indonesia, meski sebagai istilah, kata ini berasal dari bahasa Eropa, tolerare-tolerance (Latin-Inggris) yang bermakna menahan diri. Dalam mengelola keragaman, bersikap toleran adalah keniscayaan agar keragaman dapat dikelola untuk mencapai keadilan dan kedamaian hidup bersama.

            Bersikap toleran membutuhkan pengetahuan tentang keragaman manusia dan komunitas, adanya kesadaran untuk saling menghormati dan kemampuan mengekspresikan dalam bersikap saat menghadapi berbagai jenis perbedaan tersebut. Perlu dicatat, sikap toleran tidak hanya dibutuhkan saat menghadapi orag dengan perbedaan idiologi, agama, budaya dan kepercayaan. Toleransi juga dibutuhkan saat berhadapan dengan perbedaan gender, jenis kelamin, usia, ragam difabilitas maupun perbedaan latar belakang sosial ekonomi. Karena perbedaan-perbedaan tersebut menghasilkan perbedaan pengalaman, cara berfikir, kebutuhan dan aspirasi serta nilai-nilai yang bersifat parsial dalam masing-masing komunitas.

            Melihat ekpresi toleransi yang ditunjukan oleh masyarakat, ada perbedaan kematangan dalam menyikapi perbedaan. Sekurang-kurangnya saya mengenali 4 level tolerasi yang ditunjukkan oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki proses dan capaian yang berda-beda dalam mengekspresikan nilai ini.

Orang dengan toleransi level 1 merasa diri toleran, tetapi memandang agama dan keyakinan yang berbeda dari yang diyakini sebagai sepenuhnya buruk, kebaikan dan kebenaran hanya ada pada miliknya. Menghormati dilakukan bukan karena kesadaran melainkan dari pada bertengkar. Pada level 1 ini, orang tidak bisa menerima perbedaan, yang diharapkannya adalah semua orang memiliki agama dan keyakinan yang sama dengan dirinya. Perilakunya toleran tetapi sebenarnya karena terpaksa.

Pada level 2, orang menunjukkan sikap toleran karena  menerima kenyataan bahwa perbedaan adalah kenyataan yang harus di terima. Masih ada perasaan superior atas kelompok yang berbeda yang ditunjukkan oleh sikap tidak peduli, misalnya ketika kebutuhan orang yang beda agama dan berkepercayaan tidak terpenuhi, tidak mendapatkan akses atau hak-haknya terlanggar, orang toleran dengan level 2 tidak mau tahu atau tidak peduli, karena berbeda tersebut, ia hanya peduli dengn orang-orang yang agama dan kepercayaannya sama.

Sikap toleran pada level 3 adalah sikap menerima perbedaan dan menghargai adanya kebutuhan-kebutuhan yang spesifik atau unik dalam masing-masing komunitas yang berbeda, sebagaimana semua warga negara memiliki. Orang toleran pada level ini juga mau mendengar, memahami ajaran atau hal-hal terkait agama dan keyakinan yang berbeda dalam konteks akhlak sosial atau sebagai pengetahuan supaya dapat tetap menghormati, dengan kesadaran bahwa bila tidak ada saling memahami maka mungkin saja muncul sikap-sikap yang keliru yang dapat ditafsirkan sebagai tidak menghirmati perbedaan.

Toleransi pada level ke-4 adalah toleransi yang mau berdialog, peduli dengan hal-hak semua warga negara yang setara apa pun latar belakang agamanya dan peduli ketika ada hak-hak beragama umat agama lain yang terlanggar atau tidak terpenuhi. Perbedaan tidak menjadi halangan untuk berbuat baik atau melihat perbedaan sebagai sesuatu yang positif, sebagaimana kenyataan hidup manusia yang dapat memperkaya wawasan dan memperkuat keimanan masing-masing umat beragama.

 

Pada level berapa pun sikap toleran yang dapat ditunjukan oleh setiap orang harus dihargai, karena sikap ini terlepas dari terpaksa atau dengan penuh kesadaran adalah wujud menghargai. Dengan penghargaan yang diberikan dan dorongan untuk terus mengembangkan pergaulan dan komunikasi dengan beragam kelompok yang berbeda-beda, akan melahirkan toleransi yang lebih matang dan berkualitas. Pada saatnya nilai toleransi akan disadari sebagai kebutuhan yang akan terus didikkan dalam masyarakat yang makin beradab.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Baru Pendidikan Toleransi di Indonesia

  Pandemi telah mengubah cara kerja masyarakat seluruh dunia. Semua pihak harus dapat beradaptasi dengan situasi penuh resiko ini agar tetap sehat dan semua aktivitas kehidupan dapat dilanjutkan. Demikian halnya dalam berbagai aktivitas pendidikan, selain harus mencari strategi yang aman dan efektif, juga harus tetap kreatif sehingga proses belajar mengajar berlangsung tanpa beban dan berdampak mencerdaskan.     Adaptasi Perkumpulan Pappirus terus mengupayakan pengembangan pendidikan keagamaan yang menumbuhkan kultur belajar yang memungkinkan tumbuhnya kesadaran menerima keragaman sebagai kodrat manusiawi dan mengajak para pendidik agar dapat membantu peserta didik mengembangkan sikap toleran serta mampu bekerjasama dengan orang yang berbeda latar belakang. Adaptasi dalam mengelola perkumpulan antara lain dengan migrasi kegiatan secara daring atau gabungan daring dan luring, sebagaimana dilakukan dalam Rapat Umum Anggota Perkumpulan ke-3, 25 April 2021 dan pertemuan Pengurus Periode ba

PENTINGNYA PERUBAHAN PARADIGMA UNTUK MERAWAT RUH PENDIDIKAN

    Catatan Moderator Seri 01 Program ‘NGOPII Yoo’ atau ‘Ngobrol Pendidikan Interreligius-Indoneisa dari Yogyakarta’, adalah perbincangan untuk masyarakat umum secara daring, yang diselenggarakan atas kerjasama Perkumpulan Pappirus, Rumah Kearifan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Sanggar Anak Alam, setiap hari Rabu malam. Seri pertama Ngopii yoo pada Rabu, 11 Agustus 2021 mengangkat tema ‘Pendidikan yang Memerdekakan’. Banyak pemikiran berharga dalam perbincangan ini. Untuk itu moderator akan menyarikan gagasan-gagasan menarik di dalamnya untuk diunggah di laman pappirusindonesia.org                    Kehidupan bermasyarakat mengalami perubahan sangat cepat, dampak dari perkembangan teknoliogi digital pada berbagai proses kehidupanbaik dalam pengorganisasian, komunikasi maupun proses produksi barang dan jasa. Bukan hanya pada level permukaan, perubahan juga terjadi dalam penghayatan nilai-nilai. Menyambut ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 76, sebagai bentuk ra

Webinar Moderasi Beragama

  Menindaklanjuti MoU kejasama Perkumpulan Pappirus dengan Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Indonesia tahun 2019, pada 11 Desember 2020 diselenggarakan webinar nasional dengan tema ‘Realiasasi Moderasi Beragama di Ranah Pendidikan Mene n gah dan Tinggi abad 21’ . Seminar diikuti oleh para mahasiswa, para pendidik, pegiat perdamai an dan masyarakat umum, dengan narasumber Supriyanto Abdi , dosen Progra m Studi PAI UII, Alexander Hendra Dwi Asmara, Ph. D, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Agama Katolik USD,  Tabita Kartika Christiani, Ph.D dan Anis Farikhatin, M.Pd pendidik dan pegiat Perkumpulan Pappirus dengan moderator Herlina Ratu Kenya, MAPT, pendeta gereja Kristen Sumba Timur. Dalam sambutan mewakili Perkumpulan Pappirus, Listia menyampaikan pentingnya terus melakukan pembelajara n dalam mengelola keragaman. Pendidikan agama perlu merespons perubahan dan situasi kemanusiaan yang ada, khusu s nya bagaimana menyelenggarakan pen